Breaking News

The Part of Terminal Number 9

BY : SKY MAHENDRAF*
"Kota ini pasti akan bangkit, Harlev."
Jangan jawab suara ketukan dibelakang pintu ini sebelum kau memastikan para merpati bukanlah orang yang berada dibalik sana.
Sosok itu terdiam. Matanya terus menelisik kedalam lembaran kertas notes yang ia temukan terselip dibawah pintu apartemennya.
Deru truk dan mobil yang melintas menembus celah-celah tembok kusam apartemen itu. Kota pelabuhan Terminal Nomor 9 memang tak pernah sepi setiap saatnya. Kadang sirine polisi dan ambulan juga berseliweran, meskipun tak banyak yang curiga atau bertanya-tanya. Separuh kemungkinan dari penyebab keberadaan kendaraan tersebut tidak akan jauh dari gangster jalanan yang sering berkeliaran di kota ini, menyebarkan bau busuk kriminalitas khas kota pelabuhan.
Dia juga gangster. kejadian luar biasa beberapa hari yang lalu telah mengubah jalan hidupnya. Memberi dia lebih banyak alasan untuk berusaha bertahan hidup. Terhadap lingkungannya yang kotor dan penuh darah dia tak peduli. Dia lebih sering menyelipkan harapan dan mimpinya dibalik nama kotanya yang telah berkarat. Sementara orang lain belum tentu yakin akan mimpinya tersebut.
---- 3 Hari yang lalu, Jaringan Irigasi Terminal Nomor 9 ----
Nefta menelengkupkan sebagian besar jari-jemari tangannya untuk menutup hidungnya rapat-rapat. Didepannya seorang pria sedang berusaha memutar tuas saluran pembuangan air tempat itu, menghiraukan gangguan dari bau busuk yang sewaktu-waktu dapat mencemari otak mereka. Setidaknya pria itu tahu, otak mereka jauh lebih kotor daripada saluran got manapun.
Tuas itu berhasil digerakkan, karatnya memang tebal namun otot pria itu bisa mengatasinya. Aliran listrik ditempat itu berhasil ia nyalakan. Senyumnya merekah melihat tidak ada halangan berarti yang menghadang rencana ini.
"Kau masuklah dan temukan barang itu, biar aku berjaga disini. Cepatlah!."
Nefta bergerak lebih kedalam lagi. Ini betul-betul ilegal dan berbahaya, tapi bayaran yang orang itu tawarkan cukup untuk menghidupinya beberapa bulan kebelakang.
Lampu yang bercahaya menyambutnya setiap beberapa belas langkah. Cahaya kekuningannya menerangi jalannya walau temaram. Dia tidak mengerti begitu haruskah pemerintah memasang lampu penerangan ditempat ini, selain petugas kebersihan yang mungkin takkan betah berlama-lama dibawah sini, jalur ini sangat memungkinkan untuk penyeludupan maupun tempat berkeliarannya orang-orang berbahaya.
"Atau ini hanya pancingan," gumamnya menyingkirkan suasana sepi yang menghantui tempat itu. Dia terus melangkah menapaki lorong itu
Langkahnya baru berhenti saat matanya menangkap sesuatu yang berkilau menempel di langit-langit tempat itu.
Dinamit ?
Tinggi tempat ini sekitar 5 meter, benda itu berada ditempat yang tak bisa dijangkau matanya untuk memastikan apakah itu merupakan peringatan yang tak mereka ketahui sebelumnya. Akhirnya Nefta memutuskan untuk menghubungi pria tadi dengan handphonenya.
"Ad- apa, -au me--muka- nya ?."
Gangguan sinyal, Nefta masih terdiam. Ini normal, pikirnya.
"Belum. Ada benda aneh di atas kepalaku saat ini. Aku tidak dapat memastikannya, jadi kalau kau merasa khawatir mungkin kita bisa lanjutkan lain waktu. Biar kufoto benda itu untuk kita selidiki bersama."
Entah rekannya mengerti apa yang ia katakan, sementara gangguan sinyal masih berlangsung. Dia segera melakukan rencananya setelah menutup teleponnya. Demi efisiensi waktu pikirnya.
Selesai memfoto benda itu beberapa jepretan. Dia segera beranjak kembali. Langkahnya menggema didalam sana. Kupingnya tetap peka mendengarkan tetesan-tetesan air dan suara hewan got yang turut ia temui, selain bau busuk yang telah akrab dengan hidungnya.
"Hei apa yang kau lakukan disini..."
Langkah Nefta terhenti saat telinganya menangkap suara seseorang diseberang sana. Tinggal beberapa belokan lagi sebelum ia akan menemukan tempat mereka memulai semua ini. Dan suara tadi telah menyengat jantungnya. Itu bukan berasal dari rekannya.
"Turunkan senjatamu, hentikan !"
Suara tembakan terdengar tepat setelah kalimat itu berakhir. Nefta terdiam sementara peluhnya membanjiri sekujur tubuhnya. Jelas itu bukan pertanda baik bagi kelangsungan rencana ini.
"Mereka menemukan kita," rekannya muncul dari balik tembok dengan memegang sepucuk pistol hitam ditangan kirinya. "Tak ada jalan keluar dibelakang sana, terus bergerak itu rencana kita sekarang".
Orang itu berjalan memimpin didepan. Nefta mengikuti langkahnya sambil sesekali mengawasi lorong-lorong lain disekitar mereka.
"Apa tidak sebaiknya kita menghubungi orang-orang di permukaan."
"Jaringan komunikasi sedang terganggu. Bukan oleh karena tempat ini tak dapat dijangkau sinyal. Para Merpati baru saja menghancurkan tower komunikasi kita diatas sana. Semua jalan keluar kita telah ditutup oleh mereka."
Kalimat kita adalah untuk dia, orang itu, dan persatuan gangster yang rapuh dikota ini. Sementara Para Merpati adalah polisi khusus yang bertugas menurunkan angka pelanggaran dan kriminalitas yang telah begitu parah dikota ini. Tower itu satu-satunya penguat sinyal di kota mereka yang dibangun atas dana dari gangster dan mafia yang bercokol di kota itu. Terminal Nomor 9 memang ditelantarkan oleh pemerintah pusat selama ini. Sebagian besar penghuni kota ini tahu itu dan mengutuk Pemerintah disetiap doa yang sempat mereka panjatkan.
"Tower itu tetap ilegal meskipun banyak memberikan manfaat bagi kota ini. Bukankah sejak awal tujuan kita mendirikan tower itu hanyalah untuk kepentingan kita sendiri," Orang itu menajamkan pandangannya pada mata Nefta. "Kita tak akan pernah bangkit dengan sikap acuh tak acuh dari pemerintah di pusat sana. Bagaimanapun kontribusi kita selama ini, kota ini takkan pernah berjaya Nefta."
Nefta membuang mukanya. Sudah terlalu sering kalimat-kalimat seperti itu terdengar di gendang telinganya. Sebagian dari hatinya kadang retak setiap membayangkan bagaimana kota kelahirannya selalu dicap sebagai kota yang tak akan pernah maju.
"Kota ini pasti akan bangkit Harlev."
Pria itu menyunggingkan senyumnya seperti saat awal tadi. Dia tahu dan kenal sifat Nefta yang keras kepala meskipun tak ada jalan untuk mewujudkan mimpinya itu. Setidaknya ada yang masih menaruh harapan pada kota ini pikirnya.
Mereka tiba dibawah benda berkilauan tadi. Nefta menunjuk benda itu
"Ini yang ingin aku tunjukan padamu Harlev,"
Harlev mengamati benda itu lamat-lamat.
"Alarm Inframerah- ini baru dipasang mungkin kemarin malam, setelah regu penyeludup pergi. Sepertinya mereka memang ingin menjaring setiap pengunjung hari ini. Tak ada yang bisa mereka suguhkan saat kita tertangkap nanti. Mungkin kepala kita akan bolong saat itu juga."
Nefta meluruskan pandangannya pada lorong dibelakangnya.
"Mereka dibelakang kita,"
Harlev juga mengetahui itu dari langkah-langkah samar dibelakang mereka.
"Nefta, tetap dibelakangku. Vergas dan kawan-kawannya pernah menimbun beberapa peledak disekitar sini."
Kawan lama, pikir Nefta. Mereka pernah bertemu dan bersama-sama dulu sekali. Sekarang Vergas mungkin telah mati mengingat pekerjaannya berkali-kali lebih berbahaya dari hanya sekedar penyeludup biasa.
"Vergas tidak pernah mati," Harlev seperti dapat membaca apa yang dipikirkan oleh Nefta. "Dan seperti dia kita juga tidak akan berakhir dibawah sini".
Nafasnya menderu diantara langkah yang semakin terdengar jelas.
"Kita batalkan tugas awal kita dan runtuhkan tempat ini," langit-langit tempat itu bergetar entah oleh apa. "Aku yakin diatas sana sedang terjadi pertempuran besar."
---- Permukaan Kota Terminal Nomor 9 ----
Suara helikopter meraung-raung. Sementara tembakan gencar terdengar disegala penjuru kota. Pertempuran seperti itu tak pernah terjadi sebelumnya. Mobil-mobil berserakan ditinggalkan pemiliknya. Beberapa bahkan mengepulkan asap tebal -terbakar. Jalanan kota ini bersama semua aktivitasnya benar-benar telah lumpuh akibat aksi separatis yang dilancarkan orang-orang berbahaya dikota itu.
Vergas menatap kekacauan diluar sana dari salah satu gedung pencakar langit dikota itu. Senapan M16 menempel didadanya.
"Harlev dan Nefta pasti terjebak dibawah sana. Jougen yang menugaskan mereka mengambil benda-benda yang kita seludupkan. Jika para merpati menemukannya, Tamatlah kehidupan kita Yosef"
Yosef, asistennya terdiam tanpa komentar. Beberapa bawahan Vergas lainnya juga berada ditempat itu.
"Sekarang coba tebak apa yang akan dilakukan dua kadal itu," Vergas menatap kearah Yosef dan yang lainnya. "Harlev yang mengetahui bahwa tempat itu tak ubahnya gudang dinamit selain sebagai tempat aman bagi inventaris kita, dan kurasa dia akan meruntuhkan jalanan kota ini sebentar lagi."
Vergas membuka jaringan telekomunikasi dengan transponder didepannya. Inilah satu-satunya alat yang mereka gunakan untuk berkomunikasi sebelum Tower berdiri.
"Akan ada ledakan besar kawan. Siapapun yang berada didekat jalur ke-15 segera merapatkan diri. Mafia Tuan Conte silahkan alihkan kekuatan kalian untuk menghalau bantuan musuh disekitar tempat itu. Tempat penimbunan kita dalam bahaya, dua orang suruhan Jougen yang akan membuka jalan bagi kalian untuk menyelamatkan benda-benda itu."
---- Jalur ke 15, Kota Terminal Nomor 9 ----
Jalanan kota itu dipenuhi oleh suara tembakan yang saling beradu antara para merpati dan kelompok separatis yang Vergas kerahkan untuk melindungi tempat itu. Gedung-gedung disekitar jalan itu telah roboh akibat pertempuran hebat yang meluluh lantakkan tempat itu.
Tak berselang lama kemudian tanah tempat mereka berdiri bergetar hebat.
BLAARRRR....
Terdengar ledakan keras yang menghancurkan sebagian besar jalan beraspal tempat itu. Namun tak sampai disitu saja ledakan tersebut terus mengakar begitu ledakan lain menyusul dan membelah kota itu menjadi dua. Tanah seakan-akan runtuh dan ikut membawa gedung-gedung diatasnya hingga rubuh menimpa siapapun di bawah sana. Asap tebal mengepul membumbung ke langit dan teriakan kesakitan bersatu padu mengedarkan kengerian dari kota yang tidak pernah mengalami kehancuran separah itu.
Vergas baru saja turun dari mobilnya dengan penjagaan ketat bawahannya. Matanya menatap kehancuran yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Sementara itu pertempuran terhenti untuk sementara. Dua kubu itu sama-sama tercengang dengan hancurnya kota itu. Vergas segera angkat bicara melihat keadaan yang sedang menguntungkan.
" Cari semua perbekalan kita dibawah sana. Bawa semuanya, ayo cepat, CEPAT !"
Dua orang muncul dari balik asap tebal. Vergas langsung mengenali keduanya sebagai Harlev dan Nefta. Keduanya nampak berantakan dengan baju compang-camping berlumurkan darah. Debu putih yang membaluti tubuh mereka nampak tebal saat diterpa cahaya matahari.
"Selamatkan dua orang itu." Dua bawahannya segera berlari untuk membawa orang yang Vergas maksud agar segera masuk ke mobil yang telah mereka siapkan. Untuk sesaat Vergas terdiam memandang keadaan yang baru saja dialami oleh kotanya. Lalu dia beranjak ke mobil dimana 2 orang yang diselamatkannya berada.
"Hai kawan lama"
Nefta tersenyum tipis, pelipisnya berlumuran darah. Harlev menyandar pada jok disamping Nefta dengan keadaan yang tidak lebih baik dari pada rekannya.
"Silahkan beristirahatlah dengan tenang, kalian menyelamatkan harta terbesar kami dibawah sana. Bukan semuanya mungkin, setidaknya sebagian besarnya," Vergas memandangi keadaan diluar sana. "Para Merpati telah mundur, akan kuusahakan kalian mendapatkan tempat aman dalam lindungan kami. Kota ini perlu sedikit renovasi sepertinya, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Kami akan segera memperkuat diri setelah persatuan itu terkabulkan," ucap Vergas dengan nada penuh keyakinan.

*)Penulis Merupakan
Siswa Aktif MANJ
Kelas XII UI I

2 komentar: