Breaking News

Radikallah dalam Bercinta!

Melintang deras ajaran demi ajaran di jagat raya. Kerap kali orang bingung dengan ajaran atau agama. Bahkan ada yang menganggap agamalah penyebab dari sebuah kerusuhan. Tak salah jika sedikit dari umat Indonesia lebih memilih tidak beragama. Tentunya, asumsi ini harus diberantas tatkala sudah membumi di jagat raya, khususnya Indonesia.

Dengan agama yang berbeda-beda, Indonesia masih serasa aman. Namun tak sedikit juga ada sebagian umat beragama yang menjadi dalang terhadap runtuhnya rasa toleransi di Indonesia.

Seperti kaum radikal, mereka melakukan pelbagai cara untuk menghancurkan agama yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran mereka serta ingin menjadikan sistem negara mejadi sistem agama yang dianutnya. Padahal mereka terpeleset dalam memahami islam yang rahmatan lil alamin.

Esensialnya, Islam yang hakiki adalah islam yang bain wa baina (tengah-tengah)Islam yang tidak terlalu mudah, tidak terlalu ringan, bahkan terlalu keras. Islam yang hakiki adalah islam yang berada di antara ringan dan keras. Umat muslim tidak perlu mempermudah ajaran dengan melegalkan segala aspek aktivitas, apalagi mengharamkan dengan dalih yang masih belum jelas penafsirannya.

Sebagai warga yang sadar tidak elok jika hanya menjadi penonton atas bergejolaknya fenomena-fenomena aneh tersebut. Jika sudah menyalahi agama yang murni, apa  salahnya jika harus “melawan” mereka. Selayaknya kata “melawan” tidak harus dengan mengangkat senjata untuk menghadapi mereka. Bisa dengan nasihat yang membawa mereka kepada islam yang murni.

Tentunya, radikalisme tersebut mengarah pada elemen negatif. Jika menelaah secara spesifik, radikal ini tidak hanya identik dengan hal yang buruk. Terkadang kita menilai suatu peristiwa hanya dengan sekelumit dalih saja.

Akan tetapi dalam makna lain, radikal sendiri punya keeksotisan yang masih jarang kita temui. Pasti ketika bicara radikal, yang muncul di benak sekarang hanyalah kaum-kaum ekstrem yang akan mencederai agama yang dianggap mereka salah. Secara tidak langsung lebih mengarah kepada hal yang negatif terhadap sebuah problematika yang ada. Padahal radikal senidiri masih punya arti yang elegan di kalangan masyarakat. Apa itu?

Radikallah dalam Bercinta!

Bercinta merupakan sebuah fenomena yang lumrah terjadi. Tak patut kita salahi. Dalam konsep itu, pasti objek bercinta tidak menginginkan orang yang dia suka mejadi pengkhianat dalam hidupnya. Yang diinginkan hanyalah dia saja.

Jika ditafsir secara etimologi, salah satu makna radikal sendiri merupakan mengetahui secara mendasar. Berbeda dengan makna radikalisme, menurut KBBI, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Tak heran banyak yang membencinya.

Tapi, radikal secara etimologi dalam kategori bercinta merupakan cara apik dalam mengatasi problem-problem cinta. Jika tidak radikal dalam bercinta, kemungkinan perpisahan yang menjadi jalan keluarnya. Bukankah begitu? Juga dengan radikal semua aspek kehidupan cinta akan membaik.

Semisal kita tertarik terhadap seorang, kemudian tidak “radikal” padanya. Ya percuma saja, jika hanya sebatas suka tapi tidak tahu tentang dia. Artinya, radikal yang dimaksud di sini adalah mengetahui segala sesuatu yang dimiliki oleh objeknya, bahkan hal yang remeh pun harus diketahui.

Sesuai kata asal radikal, memahami terlalu dalam. Jika dikaitkan dengan “cinta”, ya harus mencintai dengan mengetahui sedalam-dalamnya, baik sifatnya maupun segalanya.

Jadi, jangan salah, para penganut radikal dalam bercinta sangatlah kental. Terbukti menurut survei, para kaum radikal sangat akur dalam menjalani kehidupan keluarganya. Bahkan mereka tidak menginginkan salah satu keluarganya meninggalkan mereka. Bukankan ini bisa diterapkan bagi para jiwa yang pernah mencicipi cinta? Silakan.

Pada saat ini, realitas yang sedang meruyak di bumi Indonesia sangatlah kecut dalam konsep cinta. Pasangan suami-istri acap kali bercerai dengan alasan yang tak sesuai dengan konsep cinta. Hanya mempunyai masalah sepele tapi malah bertengkar. Apakan itu cinta?

Begitu juga dengan remaja. Sebagai calon “penikmat” cinta harus lebih proporsional dalam memikirkan hal ini. Sebab, jika masih belum bisa menjadi uswatul hasanah dan belum mampu menjadi yang terbaik bagi calonnya tidak patut untuk memahami apa arti mencintai. Oleh karenanya harus ada persiapan yang matang dari sendirinya agar perpisahan tidak menjadi akhir dari sebuah cerita.

Tak luput dari hal tersebut, pemuda sekarang memang sulit menghindari modernisasi. Akses yang dimiliki remaja lebih mudah mengetahui hal-hal yang ingin dia jadikan calonnya. Dengan maraknya internet juga bisa diketahui dengan mudah, seperti WA, FB, dan sebagainya apa yang dimiliki oleh objeknya.

Jika masih belum bisa menjadi yang terbaik baginya; jika tidak demikian, berarti Anda belum cocok untuk dirinya. Padahal zaman sudah sangat memudahkan untuk mengetahui tentang dirinya.

Oleh karenanya, radikal dalam bercinta sangatlah penting. Semua kehidupan bisa damai dengan kata radikal. Tapi bukan radikalisme yang dimaksud sekarang, tapi radikal dengan mengetahui hal yang mendasar pada objeknya. Jadilah orang yang terbaik bagi dirinya dan jangan sampai di tengah jalan cerita, tapi harus di akhir cerita.

Tidak ada komentar